Bad 28
Bad 28
Bab 28
Dasar Tasya sialan! Membujuk Frans membelikan rumah untuknya segera setelah dia pulang, bahkan membelinya tanpa sepengetahuanku! Konyol!
Pingkan dengan kesal menggertakkan giginya sebelum dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon suaminya.
“Halo.” Frans menjawab.
“Frans, kamu membelikan Tasya rumah, tetapi kamu bahkan sama sekali tidak memberitahuku. Maksudmu
apa?”
“Oh, tapi kamu boleh saja mengacak-acak brankasku untuk memberi Elsa uang jajan?” sebaliknya Frans tampaknya telah menebak apa yang dia lakukan.
“Kalau kamu bisa merogoh 16 miliar untuk membelikan Tasya rumah, 20-40 juta untuk putriku tak akan berarti bagimu, kan?” sahut Pingkan.
“Tak aman bagi Tasya untuk tinggal di apartemen sewaan dengan seorang anak. Selain itu, Elsa tinggal di rumah bersama kita. Itu sudah cukup.”
“Jadi bagimu cuma Tasya saja yang malang? Putriku bahkan tak mampu membeli tas, tapi dia sama sekali tidak malang bagimu? Frans, itu namanya pilih kasih!”
“Sudah, sudah, berhenti mengoceh. Lagi pula aku sudah membeli rumah itu. Sebenarnya aku mau memberitahumu, tapi aku takut kamu akan ribut tentang hal itu.”ConTEent bel0ngs to Nôv(e)lD/rama(.)Org .
Pingkan benar-benar murka, seakan-akan dia bisa menyemburkan asap kapan saja. Taktik apa sih yang digunakan Tasya yang membuat Frans begitu menyukainya? 16 miliar untuk membelikannya rumah begitu saja! Dan rumah itu juga akan menjadi aset pribadi Tasya! Bahkan aku pun belum menentang Tasya tentang Frans yang mengasuh anaknya!
Di ujung telepon, Frans sudah menutup teleponnya. Pingkan mengambil semua uang dari brankas, bersama dengan kontraknya. Lalu, dia turun dan bertanya kepada Elsa, “Kasih tahu, di mana Tasya bekerja? Aku mau menemuinya sekarang.”
“Ma, kenapa mencarinya?” tanya Elsa, bingung.
“Papamu diam-diam membelikannya rumah senilai 16 miliar. Aku mau membuat perhitungan sama dia.” Pingkan tak mampu menahan amarahnya lagi.
“Apa? Papa menghabiskan 16 miliar untuknya? Aku gimana? Aku tak punya apa-apal” Elsa juga kesal. Dia putrinya juga, jadi dia juga menginginkan segala yang Tasya miliki.
Elsa segera masuk ke dalam mobil dan pergi ke arah Jewelia bersama ibunya. Sekitar pukul 3 sore, Tasya sedang mengerjakan proposalnya. Belakangan ini dia selalu mujur, proposal dan proyek yang dia pegang berjalan mulus.
“Maya, tolong ambilkan aku secangkir kopi lagi.” Tasya menelepon asistennya agar dia bisa membuatkannya kopi untuk membangkitkan semangatnya.
Tak lama kemudian, Maya datang dengan secangkir es kopi, teksturnya yang lembut serta krim di atasnya
hanya membuat kopi itu terlihat sangat menggugah selera. Tasya mengulurkan tangan dan mengambilnya, lanjut menyesapnya. “Hmm, lumayan. Ini sedap sekali.”
“Tasya, bisakah kamu memberiku tips untuk menurunkan berat badan? Bagaimana kamu mempertahankan bentuk badanmu?” Maya merupakan gadis manis yang sedikit montok, dan dia terus-menerus memikirkan cara menurunkan berat badannya.
Tasya memikirkannya sesaat, lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. “Setiap hari, aku terlalu banyak bekerja dengan otakku, jadi ya aku jadi langsing.”
Sebenarnya, dia tak akan bisa menambah berat badan, sebanyak apa pun dia makan. Selain itu, dia harus mengurus putranya dan bekerja juga, jadi tak mungkin ia bisa menambah berat badan.
Sementara itu, Pingkan dan Elsa telah tiba di parkiran di lantai bawah. Mereka langsung menuju lift dan menuju departemen desain.
Begitu Pingkan keluar dari lift, dia melihat seorang asisten wanita. “Apa kamu tahu di mana ruangan Tasya?”
Asisten wanita itu dengan cepat menunjuk ke suatu arah. “Ruangan terakhir yang di sana.”
Pingkan bergegas dengan kontrak properti di tangannya, sementara Tasya asyik menggambar saat pintu tiba tiba terbuka. Dia segera mendongak dan mendapati Pingkan dan Elsa bergegas dengan marah.
Sorot mata Tasya menjadi dingin saat dia bertanya dengan kasar, “Apa?”
Pingkan melemparkan kontrak di tangannya ke atas meja. “Kasih tahu aku, Tasya. Taktik apa yang kau pakai agar bisa meyakinkan papamu membelikan rumah ini untukmu?”